CIREBON RAYA | JAKARTA — Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), angka ini menurun 9,48 juta dibandingkan dengan tahun 2019, di mana kelas menengah masih mencapai 57,33 juta orang atau 21,45 persen dari total penduduk.
"Jumlah dan persentase penduduk kelas menengah mulai menurun pasca pandemi, sebaliknya jumlah dan persentase penduduk menuju kelas menengah meningkat," kata Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Rabu (29/8).
Sementara, jumlah kalangan menuju kelas menengah justru dilaporkan naik dari 128,85 juta orang atau 48,2 persen total populasi pada 2019, menjadi 137,5 juta atau 49,22 persen pada 2024.
Amalia menjelaskan bahwa kelas menengah diukur berdasarkan pengeluaran per kapita per bulan yang berkisar antara Rp2.040.262 hingga Rp9.909.844, atau 3,5 hingga 17 kali garis kemiskinan yang ditetapkan oleh Bank Dunia.
Sedangkan kelompok menuju kelas menengah memiliki pengeluaran berkisar antara Rp874.398 hingga Rp2.040.262 per kapita per bulan.
Namun, ia mencatat bahwa pengeluaran rata-rata kelas menengah cenderung mendekati batas bawah kategori tersebut, yang menunjukkan bahwa banyak di antara mereka rentan turun ke kategori kelas bawah.
"Hal tersebut mengindikasikan kelompok kelas menengah akan lebih sulit untuk lompat menuju kelas atas dan rentan untuk jauh ke kelompok menuju kelas menengah bahkan rentan miskin," kata Amalia, dikutip Kamis (29/8).
Dengan kondisi ini, Amalia menekankan pentingnya data ini menjadi catatan bagi pemerintah karena kelas menengah dan menuju kelas menengah akan menjadi bantalan perekonomian di masa mendatang.
Pasalnya, kelas menengah dan kelompok menuju kelas menengah saat ini mencakup sekitar 66,6 persen dari total penduduk Indonesia dan menyumbang 81,49 persen dari total konsumsi masyarakat.
"Oleh sebab itu, penguatan daya beli diperlukan tidak hanya untuk kelompok miskin tetapi juga kelas menengah terutama menuju kelas menengah," tuturnya. (*)